Jumat, 25 Desember 2009

KODIM-0609 ; PUNYA WEWENANG APA DI TANAH SENGKETA CIBEUREUM?

Banyak kesewenangan oknum kesatuan militer beroperasi sejak lahan dikosongkan hingga saat ini. Perilaku militeristik tidak berperikemanusiaan dan tingkahlaku oknum kesatuan militer yang pongah dan semena2, seolah dia penguasa wilayah saja.



Saat penggusuran 5 Januari 2006,KODIM0609 lah yang seperti menempatkan diri di garda terdepan pimpro Pasaraya Cibeureum. DANDIM sendiri, Letkol Achmad Saefuddin, yang berdiri di garis terdepan dalam peperangan opini public, yaitu berbicara di media massa. Beliau seperti merelakan diri untuk menjadi jubir pemkot/pihak penggusur, bahkan menyatakan diri sebagai pihak yang diberi wewenang untuk lobby dengan pihak tergusur, mengenai besaran gantirugi penggusuran.


Seorang Ibu, saking tersiksanya, sanggup berceritera saat demonstrasi PILKADA Cimahi, ketika tanpa tolerir RW nya diserbu aparat POLRESTA Cimahi dan KODIM0609, ia sempat dibopong bak sapi ke pejagalan. Kedua tangan dan kedua kakinya ditarik dan dalam keadaan demikian seluruh tubuhnya diboyong dari atas oleh aparat POLRes, hanya gara2 IBu Silaban mempertahankan rumahnya yang tempat kos2an bertingkat tidak dihancurkan oleh aparat kota Cimahi.


Lebih militeristik perilaku aparat dan unsur keamanan gabungan dari POLRESTA, PROVOST, KODIM0609 dengan bulldozer di bawah koordinasi DANDIM0609 Letkol Achmad Saefuddin terhadap warga penghuni, daripada ketika menghancurkan Pasar Antri setahun sebelumnya. Warga hanya bisa menunjukkan protesnya dengan bakar ban yang membuat macet km-an jalan utama menuju perbatasan kota Bandung di sebelah timur.


DANDIM0609 juga selalu tampil terdepan bak jurubicara pihak penguasa dalam berbagai kesempatan, menjanjikan gantirugi yang layak kepada korban gusuran, dan melakukan ‘tawar-menawar’ tariff dengan korban. apa hubungannya KODIM0609 sebagai tentara nasional Indonesia, dengan proyek Pasaraya CIbeureum, sehingga rela akif membaa atau proses penggusuran warga untuk Hj. Alm Ida Neni, bahkan menjadi jurubicara pemkot sebagai otoritas eksekutif tertinggi di lingkungan kota Cimahi? Karena penggusuran saat itu dilakukan atas alasan pengaduan Hj. Neni minta perlindungan dan penguatan hukum eksekusi ke DPRD kota CImahi komisi A, apakah berarti Letkol Achmad Saefudin beserta POLRes dll bertindak demi Hj. Alm Ida Roosliah? Karena juga begitu tanah itu bersih dari rumah dan manusia, dipatoklah papan pengumuman bahwa ‘tanah ini milik Hj. Neni pewaris Alm Ida Roosliah’.


Namun ternyata temuan tim intel menemukan bahwa Hj. Ida/ Neni main bawah tangan, jual beli tanah itu dengan Idris Ismail atas nama PD Jati Mandiri,menggunakan uang APBD kota Cimahi 10 miliar rupiah. Dan beberapa bulan kemudian, isu berubah bahwa di atas tanah tersebut akan dibangun Pasaraya Cibeureum. Atau karena inikah, Letkol Achmad Saefuddin berkolaborasi erat dengan pemkot dan bersama2 bertindak sebagai penguasa atas tanah sengketara tersebut dalam menghadapi warga yang mereka gusur? Tapi kalau memang resmi KODIM0609 bekerjasama dengan Pemkot Cimahi sebagai elemen MUSPIKA, lantas era Hendi Gunadi sebagai DANDIM, semua upaya KODIM 0609 terkait dengan proyek tersebut berhenti total, kecuali orang KODIM suka bolak-balik memeriksa tanah terkait? Apakah KODIM sebagai pemilik tanah, tentu tidak, atau pemilik proyek yang tidak jadi2?


Jangan2 betul seperti yang H. Budiman Ridho Utama orang PKS, bahwa PRC merupakan jatah KODIM dalam bagi2 proyek antara MUSPIKA. Kalau benar, walau itu tidakformal, atas nama 1000 tangan, apakah itu dibenarkan secara HAM dan asas bisnis?


Namun tampaknya benar adanya kewenangan bagian kesatuan militer di tanah/proyek PRC yang kini jadi Bandung- Cimahi Junction, karena SATPAMnya pun anggota KOPASSUS. Namun sayangnya, anggota yang ini juga militeristik, dalam arti premanis terhadap warga, alias kurang memiliki rasa simpatik dengan rakyat. Buktinya, tidak tanya2 dulu, terhadap Pak Silaban yang kangen pada rumah kesayangan yang dihancurkan oleh penguasa setempat, anggota KOPASSUS ini main siksa sampai Pak Silaban babak-belur, hanya atas alasan ‘mondar-mandir di depan proyek’ jam 1 dinihari. (Mei)